Setelah
proses pengakuan kedaulatan Indonesia masih mempunyai satu permasalahan dengan
Belanda yaitu masalah Irian Barat. Gambar di atas pasukan Brimob yang
diterjunkan di Fak-Fak, Irian Barat pada tanggal 15 Mei 1962 untuk merebut
Irian Barat dari tangan Belanda. Langkah apa yang dilakukan pemerintah?
Seringkali di masyarakat terjadi kasus persengketaan antarsaudara atau dengan
tetangga disebabkan rebutan batas tanah. Persengkataan ini seringkali
meretakkan hubungan bersaudara maupun bertetangga. Sebab dalam masalah hak
tanah seringkali orang mempertahankan mati-matian, bahkan orang Jawa mengatakan
”Sedumuk Bathuk Senyari Bumi”. Maksudnya, dalam mempertahankan hak tanah mereka
memperjuangkan walaupun sampai titik darah penghabisan. Begitu juga bangsa
Indonesia dalam upaya mempertahankan wilayah Irian Barat (sekarang Papua)
ketika hendak diduduki Belanda setelah diakuinya kedaulatan RI pada tanggal 27
Desember 1949. Bangsa Indonesia harus berjuang dengan berbagai macam cara untuk
merebut kembali Irian Barat. Bagaimana perjuangan bangsa untuk memperoleh
haknya kembali atas Irian Barat akan kita pelajari dalam bab ini. Dengan
mempelajari bab ini kita dapat meneladani para pejuang kita yang berjiwa
ksatria dalam mempertahankan haknya sebagai bangsa yang utuh dari Sabang sampai
Merauke.
A Latar Belakang Terjadinya
Perjuangan Mengembalikan Irian Barat
Masih
ingatkah kalian tentang Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di
Den Haag Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai 2 September 1949? Salah satu
keputusan dalam konferensi tersebut antara lain bahwa masalah Irian Barat akan
dibicarakan antara Indonesia dengan Belanda satu tahun setelah Pengakuan
Kedaulatan. Dari keputusan ini terjadi perbedaan penafsiran antara Indonesia
dengan Belanda. Pihak Indonesia menafsirkan bahwa Belanda akan menyerahkan
Irian Barat kepada Indonesia. Tetapi pihak Belanda menafsirkan hanya akan
merundingkan saja masalah Irian Barat. Dalam perjalanan waktu, Belanda tidak
mau membicarakan masalah Irian Barat dengan Indonesia. Untuk menghadapi sikap
Belanda tersebut maka Indonesia melakukan berbagai upaya sebagai berikut.
B Perjuangan Diplomasi: Pendekatan
Diplomasi
Dalam
menghadapi masalah Irian Barat tersebut Indonesia mula-mula melakukan upaya
damai, yakni melalui diplomasi bilateral dalam lingkungan ikatan Uni
Indonesia-Belanda. Akan tetapi usaha-usaha melalui meja perundingan secara
bilateral ini selalu mengalami kegagalan. Setelah upaya-upaya tersebut tidak
mambawa hasil maka sejak tahun 1953 perjuangan pembebasan Irian Barat mulai
dilakukan di forum- forum internasional, terutama PBB dan forum-forum
solidaritas Asia-Afrika seperti Konferensi Asia-Afrika.
Sejak tahun 1954 masalah Irian Barat ini selalu dibawa dalam acara Sidang Majelis Umum PBB, namun upaya ini pun tidak memperoleh tanggapan yang positif. Setelah upaya-upaya diplomasi tidak mencapai hasil maka pemerintah mengambil sikap yang lebih keras yakni membatalkan Uni Indonesia-Belanda dan diikuti pembatalan secara sepihak persetujuan KMB oleh Indonesia pada tahun 1956. Partai-partai politik dan semua golongan mendukung terhadap upaya pembebasan Irian Barat ini. Selain itu perjuangan merebut Irian Barat diresmikan pemerintah maka ditetapkanlah Soa-Siu di Tidore sebagai ibu kota provinsi Irian Barat dan Zainal Abidin Syah ditetapkan menjadi Gubernur pada tanggal 23 September 1956.
Sejak tahun 1954 masalah Irian Barat ini selalu dibawa dalam acara Sidang Majelis Umum PBB, namun upaya ini pun tidak memperoleh tanggapan yang positif. Setelah upaya-upaya diplomasi tidak mencapai hasil maka pemerintah mengambil sikap yang lebih keras yakni membatalkan Uni Indonesia-Belanda dan diikuti pembatalan secara sepihak persetujuan KMB oleh Indonesia pada tahun 1956. Partai-partai politik dan semua golongan mendukung terhadap upaya pembebasan Irian Barat ini. Selain itu perjuangan merebut Irian Barat diresmikan pemerintah maka ditetapkanlah Soa-Siu di Tidore sebagai ibu kota provinsi Irian Barat dan Zainal Abidin Syah ditetapkan menjadi Gubernur pada tanggal 23 September 1956.
C Perjuangan dengan Konfrontasi Politik
dan Ekonomi
Berbagai
upaya yang dilakukan Indonesia tersebut sampai tahun 1957 ternyata belum
membawa hasil sehingga Belanda tetap menduduki Irian Barat. Karena jalan damai
yang ditempuh belum membawa hasil maka sejak itu perjuangan ditingkatkan dengan
melakukan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh tanah air Indonesia yang
dimulai dengan pengambilalihan perusahaan milik Belanda. Perusahaan-perusahaan
milik Belanda yang diambilalih oleh bangsa Indonesia pada bulan Desember 1957
tersebut antara lain Nederlandsche Handel Maatschappij N.V. (sekarang menjadi
Bank Dagang Negara), bank Escompto di Jakarta serta Perusahaan Philips dan KLM.
Pada tanggal 17 Agustus 1960 Republik Indonesia secara resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Kerajaan Belanda. Melihat hubungan yang tegang antara Indonesia dengan Belanda ini maka dalam Sidang Umum PBB tahun 1961 kembali masalah ini diperdebatkan. Pada waktu terjadi ketegangan Indonesia dengan Belanda, Sekretaris Jenderal PBB U Thant menganjurkan kepada salah seorang diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker untuk mengajukan usul penyelesaian masalah Irian Barat. Pada bulan Maret 1962 Ellsworth Bunker mengusulkan agar pihak Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Republik Indonesia yang dilakukan melalui PBB dalam waktu dua tahun. Akhirnya Indonesia menyetujui usul Bunker tersebut dengan catatan agar waktu dua tahun itu diperpendek. Sebaliknya Pemerintah Kerajaan Belanda tidak mau melepaskan Irian bahkan membentuk negara “Boneka” Papua. Dengan sikap Belanda tersebut maka tindakan bangsa Indonesia dari politik konfrontasi ekonomi ditingkatkan menjadi konfrontasi segala bidang.
Pada tanggal 17 Agustus 1960 Republik Indonesia secara resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Kerajaan Belanda. Melihat hubungan yang tegang antara Indonesia dengan Belanda ini maka dalam Sidang Umum PBB tahun 1961 kembali masalah ini diperdebatkan. Pada waktu terjadi ketegangan Indonesia dengan Belanda, Sekretaris Jenderal PBB U Thant menganjurkan kepada salah seorang diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker untuk mengajukan usul penyelesaian masalah Irian Barat. Pada bulan Maret 1962 Ellsworth Bunker mengusulkan agar pihak Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Republik Indonesia yang dilakukan melalui PBB dalam waktu dua tahun. Akhirnya Indonesia menyetujui usul Bunker tersebut dengan catatan agar waktu dua tahun itu diperpendek. Sebaliknya Pemerintah Kerajaan Belanda tidak mau melepaskan Irian bahkan membentuk negara “Boneka” Papua. Dengan sikap Belanda tersebut maka tindakan bangsa Indonesia dari politik konfrontasi ekonomi ditingkatkan menjadi konfrontasi segala bidang.
D Tri Komando Rakyat (Trikora)
Tindakan
Belanda dengan mendirikan negara “Boneka” Papua itu merupakan sikap yang menantang
kepada bangsa Indonesia untuk bertindak cepat. Oleh karena itu pemerintah
segera mengambil tindakan guna membebaskan Irian Barat. Pada tanggal 19
Desember 1961, Presiden Soekarno dalam suatu rapat raksasa di Yogyakarta
mengeluarkan komando yang terkenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora) yang
isinya sebagai berikut.
1) Gagalkan pembentukan “Negara Papua” bikinan Belanda kolonial.
2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
1) Gagalkan pembentukan “Negara Papua” bikinan Belanda kolonial.
2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Dengan
dikeluarkannya Trikora maka mulailah konfrontasi total terhadap Belanda dan
pada bulan Januari 1962 pemerintah membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian
Barat yang berkedudukan di Makasar. Adapun tugas pokok dari Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat ini adalah pengembangan operasi-operasi militer dengan
tujuan pengembangan wilayah Irian Barat ke dalam kekuasaan negara Republik
Indonesia. Sebagai Panglima Komando Mandala adalah Mayor Jenderal Soeharto.
Sebelum Komando Mandala melakukan operasi sudah dilakukan penyusupan ke Irian Barat. Pada tanggal 15 Januari 1962 ketika waktu menunjukkan pukul 21.15 di angkasa terlihat dua buah pesawat terbang pada ketinggian 3000 kaki melintasi formasi patroli ALRI. Diperkirakan pesawat tersebut adalah milik Belanda jenis Neptune dan Firefly. Waktu itu terlihat juga dua buah kapal perusak yang sedang melepaskan tembakan ke arah kapal Motor Torpedo Boat (MTB) yang di situ turut pula para pejabat tinggi dari Markas Besar Angkatan Laut yaitu Komodor Yos Sudarso. Dalam insiden di Laut Aru tersebut Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Pertama (Komodor) Yos Sudarso, bersama Komandan KRI Macan Tutul, Kapten (Laut) Wiratno, dan beberapa prajurit TNI-AL gugur sebagai pahlawan. Sebelum gugur Komodor Yos Sudarso sempat mengucapkan pesan terakhir “ Kobarkan Semangat Pertempuran.” Adapun operasi-operasi yang direncanakan Komando Mandala di Irian Barat dibagi dalam tiga fase, yakni sebagai berikut.
Sebelum Komando Mandala melakukan operasi sudah dilakukan penyusupan ke Irian Barat. Pada tanggal 15 Januari 1962 ketika waktu menunjukkan pukul 21.15 di angkasa terlihat dua buah pesawat terbang pada ketinggian 3000 kaki melintasi formasi patroli ALRI. Diperkirakan pesawat tersebut adalah milik Belanda jenis Neptune dan Firefly. Waktu itu terlihat juga dua buah kapal perusak yang sedang melepaskan tembakan ke arah kapal Motor Torpedo Boat (MTB) yang di situ turut pula para pejabat tinggi dari Markas Besar Angkatan Laut yaitu Komodor Yos Sudarso. Dalam insiden di Laut Aru tersebut Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Pertama (Komodor) Yos Sudarso, bersama Komandan KRI Macan Tutul, Kapten (Laut) Wiratno, dan beberapa prajurit TNI-AL gugur sebagai pahlawan. Sebelum gugur Komodor Yos Sudarso sempat mengucapkan pesan terakhir “ Kobarkan Semangat Pertempuran.” Adapun operasi-operasi yang direncanakan Komando Mandala di Irian Barat dibagi dalam tiga fase, yakni sebagai berikut.
(1) Fase
Infiltrasi (sampai akhir 1962)
Memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaran- sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto. Kesatuan-kesatuan ini harus dapat mengembangkan penguasaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat dalam perjuangan fisik untuk membebaskan wilayah tersebut.
(2) Fase Eksploitasi (mulai awal 1963)
Mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan musuh yang penting.
(3) Fase Konsolidasi (awal 1964)
Menegakkan kekuasaan Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat.
Selanjutnya antara bulan Maret sampai Agustus 1962 Komando Mandala melakukan operasi-operasi pendaratan baik melalui laut maupun udara. Beberapa operasi tersebut adalah Operasi Banteng di Fak-Fak dan Kaimana. Operasi Srigala di sekitar Sorong dan Teminabuan, Operasi Naga di Merauke, serta Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana, dan Merauke. Selain itu juga direncanakan serangan terbuka merebut Irian Barat dengan Operasi Jayawijaya.
Memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaran- sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto. Kesatuan-kesatuan ini harus dapat mengembangkan penguasaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat dalam perjuangan fisik untuk membebaskan wilayah tersebut.
(2) Fase Eksploitasi (mulai awal 1963)
Mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan musuh yang penting.
(3) Fase Konsolidasi (awal 1964)
Menegakkan kekuasaan Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat.
Selanjutnya antara bulan Maret sampai Agustus 1962 Komando Mandala melakukan operasi-operasi pendaratan baik melalui laut maupun udara. Beberapa operasi tersebut adalah Operasi Banteng di Fak-Fak dan Kaimana. Operasi Srigala di sekitar Sorong dan Teminabuan, Operasi Naga di Merauke, serta Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana, dan Merauke. Selain itu juga direncanakan serangan terbuka merebut Irian Barat dengan Operasi Jayawijaya.
E Persetujuan New York
Pada awalnya
Belanda tidak yakin pasukan Indonesia dapat masuk ke wilayah Irian. Akan tetapi
operasi-operasi yang dilakukan Pasukan Komando Mandala ternyata berhasil
terbukti dengan jatuhnya Teminabuan ke tangan pasukan Indonesia. Sementara itu
Pemerintah Kerajaan Belanda sedikit banyak mendapat tekanan dari pihak Amerika
Serikat untuk berunding karena untuk mencegah terseretnya Uni Soviet dan
Ameriksa Serikat ke dalam konfrontasi. Dengan adanya rencana Bunker di atas
maka sikap Indonesia adalah menerimanya. Hal ini ternyata menambah simpati
dunia terhadap RI, sebaliknya Belanda bersikukuh mempertahankan Irian Barat.
Oleh karena itu pada tanggal 14 Agustus 1962 RI melakukan operasi besar-besaran
yang terkenal sebagai operasi Jayawijaya. Tanggal penyerbuan ini ditetapkan
sebagai ”Hari H” atau “Hari Penyerbuan.”
Pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian antara Indonesia dengan Pemerintah Belanda di New York, bertempat di Markas Besar PBB. Perjanjian ini terkenal dengan Perjanjian New York. Adapun isi Perjanjian New York adalah sebagai berikut.
1. Pemerintah Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Penguasa Pelaksana Sementara PBB (UNTEA = United Nations Temporary Executive Authority) pada tanggal 1 Oktober 1962.
2. Pada tanggal 1 Oktober 1962 bendera PBB akan berkibar di Irian Barat berdampingan dengan bendera Belanda, yang selanjutnya akan diturunkan pada tanggal 31 Desember untuk digantikan oleh bendera Indonesia mendampingi bendera PBB.
3. Pemerintah UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mei 1963, pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada pihak Indonesia.
4. Pemulangan orang-orang sipil dan militer Belanda harus sudah selesai pada tanggal 1 Mei 1963.
5. Pada tahun 1969 rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya tetap dalam wilayah RI atau memisahkan diri dari RI melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
Selanjutnya untuk menjamin keamanan di Irian Barat maka dibentuk suatu pasukan keamanan PBB yang dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Said Uddin Khan dari Pakistan. Pekerjaan UNTEA di bawah pimpinan Jalal Abdoh dari Iran juga berjalan lancar sehingga tepat pada tanggal 1 Mei 1963 roda pemerintahan RI sudah berjalan. Sebagai Gubernur Irian Barat pertama maka diangkatlah E. J. Bonay, seorang putera asli Irian Barat. Di samping nama-nama Soeharto, Sudarso dan lain-lain yang berjasa dalam pembebasan Irian Barat juga tercatat dalam sejarah nama-nama seperti Kolonel Sudomo, Kolonel Udara Leo Watimena, dan Mayor L. B. Moerdani. Pantas pula untuk dikenang adalah, sukarelawati yang gigih berjuang dalam pembebasan Irian Barat yakni Herlina. Ia memenangkan hadiah Pending Emas karena ikut sertanya dalam pembebasan Irian Barat secara heroik. Pengalamannya dibukukan dalam karya tulis yang berjudul Pending Emas.
Dengan ditandatangani Perjanjian New York maka pada tanggal 1 Mei 1963 Irian Barat diserahkan kepada Indonesia. Hubungan diplomatik dengan Belanda pun segera dibuka kembali. Dengan kembalinya Irian Barat kepada Indonesia maka Komando Mandala dibubarkan dan sebagai operasi terakhir adalah Operasi Wisnumurti yang bertugas menjaga keamanan dalam penyerahan kekuasaan pemerintahan di Irian Barat dai UNTEA kepada Indonesia.
Pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian antara Indonesia dengan Pemerintah Belanda di New York, bertempat di Markas Besar PBB. Perjanjian ini terkenal dengan Perjanjian New York. Adapun isi Perjanjian New York adalah sebagai berikut.
1. Pemerintah Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Penguasa Pelaksana Sementara PBB (UNTEA = United Nations Temporary Executive Authority) pada tanggal 1 Oktober 1962.
2. Pada tanggal 1 Oktober 1962 bendera PBB akan berkibar di Irian Barat berdampingan dengan bendera Belanda, yang selanjutnya akan diturunkan pada tanggal 31 Desember untuk digantikan oleh bendera Indonesia mendampingi bendera PBB.
3. Pemerintah UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mei 1963, pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada pihak Indonesia.
4. Pemulangan orang-orang sipil dan militer Belanda harus sudah selesai pada tanggal 1 Mei 1963.
5. Pada tahun 1969 rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya tetap dalam wilayah RI atau memisahkan diri dari RI melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
Selanjutnya untuk menjamin keamanan di Irian Barat maka dibentuk suatu pasukan keamanan PBB yang dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Said Uddin Khan dari Pakistan. Pekerjaan UNTEA di bawah pimpinan Jalal Abdoh dari Iran juga berjalan lancar sehingga tepat pada tanggal 1 Mei 1963 roda pemerintahan RI sudah berjalan. Sebagai Gubernur Irian Barat pertama maka diangkatlah E. J. Bonay, seorang putera asli Irian Barat. Di samping nama-nama Soeharto, Sudarso dan lain-lain yang berjasa dalam pembebasan Irian Barat juga tercatat dalam sejarah nama-nama seperti Kolonel Sudomo, Kolonel Udara Leo Watimena, dan Mayor L. B. Moerdani. Pantas pula untuk dikenang adalah, sukarelawati yang gigih berjuang dalam pembebasan Irian Barat yakni Herlina. Ia memenangkan hadiah Pending Emas karena ikut sertanya dalam pembebasan Irian Barat secara heroik. Pengalamannya dibukukan dalam karya tulis yang berjudul Pending Emas.
Dengan ditandatangani Perjanjian New York maka pada tanggal 1 Mei 1963 Irian Barat diserahkan kepada Indonesia. Hubungan diplomatik dengan Belanda pun segera dibuka kembali. Dengan kembalinya Irian Barat kepada Indonesia maka Komando Mandala dibubarkan dan sebagai operasi terakhir adalah Operasi Wisnumurti yang bertugas menjaga keamanan dalam penyerahan kekuasaan pemerintahan di Irian Barat dai UNTEA kepada Indonesia.
F Arti Penting Penentuan Pendapat
Rakyat (Pepera) di Irian Barat
Sebagai
bagian dari Persetujuan New York bahwa Indonesia berkewajiban untuk mengadakan
“Penentuan Pendapat Rakyat” (Ascertainment of the wishes of the people) di
Irian Barat sebelum akhir tahun 1969 dengan ketentuan bahwa kedua belah pihak,
Indonesia dan Belanda, akan menghormati keputusan hasil Penentuan Pendapat
Rakyat Irian Barat tersebut. Pada tahun 1969 diselenggarakanlah Penentuan
Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat dan hasilnya adalah bahwa rakyat Irian
Barat tetap menghendaki sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia.
Selanjutnya hasil dari Pepera tersebut dibawa ke New York oleh utusan Sekjen
PBB Ortizs Sanz untuk dilaporkan dalam Sidang Umum PBB ke- 24 pada bulan
November 1969. Penyelesaian sengketa masalah Irian Barat antara Indonesia dengan
Belanda melalui Persetujan New York dan dilanjutkan dengan Penentuan Pendapat
Rakyat (Pepera) merupakan cara yang adil. Dalam persoalan Pepera (Penentuan
Pendapat Rakyat = plebisit) menurut Persetujuan New York, pihak Belanda juga
menunjukkan sikapnya yang baik. Kedua belah pihak menghormati hasil dari
pendapat rakyat Irian Barat dalam menentukan pilihannya. Hasil dari Pepera yang
memutuskan secara bulat bahwa Irian Barat tetap merupakan bagian dari Republik
Indonesia. Hasil Pepera ini membuka jalan bagi persahabatan RI-Belanda.
Lebih-lebih setelah tahun 1965, hubungan RI-Belanda sangat akrab dan banyak
sekali bantuan dari Belanda kepada Indonesia baik melalui IGGI (Inter
Governmental Group for Indonesia) atau di luarnya. Akhirnya Sidang Umum PBB
tanggal 19 November 1969 menyetujui hasil- hasil Pepera tersebut sehingga Irian
Barat tetap merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar